cheriscafe.com – Tinutuan, yang lebih dikenal sebagai bubur Manado, adalah hidangan tradisional dari Manado, Sulawesi Utara, yang telah menjadi ikon kuliner dan simbol budaya kota ini. Berbeda dengan bubur pada umumnya, tinutuan menawarkan perpaduan unik dari berbagai sayuran yang kaya nutrisi, menjadikannya pilihan sarapan sehat yang populer. Artikel ini akan mengupas sejarah, bahan, cara penyajian, nilai gizi, dan makna budaya dari tinutuan.
Sejarah dan Asal-Usul Tinutuan
Tinutuan memiliki akar sejarah yang erat kaitannya dengan kreativitas masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara, terutama pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, kondisi ekonomi masyarakat sangat sulit akibat kebijakan monopoli dan tanam paksa. Banyak penduduk yang kesulitan mendapatkan bahan pangan, sehingga mereka memanfaatkan hasil bumi yang tersedia di sekitar rumah, seperti ubi, labu kuning, jagung, dan sayuran lokal.
Menurut beberapa sumber, tinutuan mulai populer dan diperdagangkan di sudut-sudut Kota Manado sejak tahun 1970, meskipun ada pula yang menyebutkan tahun 1981 sebagai titik awalnya. Nama “tinutuan” sendiri berasal dari bahasa Manado, yang berarti “campur aduk,” mengacu pada campuran beragam bahan dalam hidangan ini. Ada pula yang menyebutkan bahwa kata ini berasal dari “tuut,” yang berarti nasi atau bubur.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, tinutuan juga dikaitkan dengan peran zending (penyebar agama Kristen) yang menciptakan hidangan ini untuk mempererat hubungan dengan masyarakat lokal. Mereka mengolah bubur dengan sayuran dan rasa pedas yang sesuai dengan selera masyarakat Minahasa. Pada tahun 2005, di bawah kepemimpinan Wali Kota Jimmy Rimba Rogi dan Wakil Wali Kota Abdi Wijaya Buchari, tinutuan resmi dijadikan motto Kota Manado, menggantikan motto sebelumnya, “Berhikmat.” Kawasan Wakeke di Kecamatan Wenang juga ditetapkan sebagai destinasi wisata kuliner tinutuan pada tahun 2004 atau 2005.
Bahan dan Cara Pembuatan
Tinutuan adalah bubur berbasis beras yang dicampur dengan berbagai sayuran, tanpa kandungan daging, sehingga cocok untuk semua kalangan, termasuk vegetarian. Bahan utama tinutuan meliputi:
-
Beras: Dasar bubur, memberikan tekstur lembut dan sumber karbohidrat.
-
Labu kuning (sambiki): Menambah rasa manis alami dan tekstur kental.
-
Jagung manis: Memberikan rasa manis dan tekstur renyah.
-
Bayam dan kangkung: Sayuran hijau kaya serat dan vitamin.
-
Daun gedi: Sayuran khas Sulawesi Utara yang berfungsi sebagai pengental alami dan kaya protein, vitamin, serta zat besi.
-
Kemangi: Menambah aroma segar dan khas.
-
Singkong atau ubi jalar: Sumber karbohidrat tambahan.
-
Bumbu: Sereh, daun salam, bawang merah, bawang putih, garam, dan kadang daun kunyit untuk aroma.
Proses pembuatan tinutuan cukup sederhana namun membutuhkan ketelitian. Beras dimasak dengan air dan garam hingga setengah matang, kemudian ditambahkan labu kuning, ubi, dan jagung hingga tiga perempat matang. Terakhir, sayuran hijau seperti bayam, kangkung, dan kemangi dimasukkan hingga matang. Untuk menjaga tekstur, sayuran dimasak secara bertahap agar tidak terlalu lembek.
Penyajian dan Pelengkap
Tinutuan biasanya disajikan panas sebagai sarapan pagi, meskipun tersedia sepanjang hari di rumah makan di Manado. Hidangan ini sering dilengkapi dengan berbagai pelengkap yang menambah cita rasa, seperti:
-
Ikan asin jambal: Dipotong kecil dan digoreng hingga renyah.
-
Ikan cakalang fufu: Ikan cakalang asap yang disuwir.
-
Perkedel nike: Gorengan berbahan ikan nike, ikan kecil dari Danau Tondano.
-
Perkedel jagung: Menambah tekstur renyah.
-
Sambal roa atau dabu-dabu: Sambal roa berbahan ikan roa yang diasapi, sedangkan dabu-dabu terbuat dari cabai, bawang merah, tomat, garam, dan perasan jeruk nipis.
-
Tahu atau tempe goreng: Menambah variasi protein.
Tinutuan juga dapat dicampur dengan mi, disebut midal (khususnya di Minahasa Selatan), atau dengan sup kacang merah (brenebon), yang kadang ditambahkan tetelan sapi atau kaki babi untuk acara khusus, seperti hari pengucapan syukur di komunitas Kristen Manado.
Nilai Gizi dan Manfaat Kesehatan
Tinutuan dikenal sebagai makanan sehat karena kaya akan nutrisi. Dalam satu porsi (sekitar 250-300 kalori), tinutuan mengandung:
-
Lemak: 19% (7,63 gram, termasuk lemak jenuh 1,2 gram, lemak tak jenuh ganda 3,6 gram, dan lemak tak jenuh tunggal 2,1 gram).
-
Karbohidrat: 69% (61,67 gram, termasuk serat 4,5 gram dan gula 1,56 gram).
-
Protein: 12% (10,51 gram).
Sayuran dalam tinutuan, seperti daun gedi, bayam, dan kangkung, kaya akan serat, antioksidan, vitamin, dan zat besi, yang membantu melancarkan pencernaan, menjaga kesehatan saluran cerna, meningkatkan daya tahan tubuh, serta mengontrol gula darah dan kolesterol. Tinutuan juga cocok untuk ibu hamil dan menyusui karena sayuran hijau di dalamnya dapat meningkatkan produksi ASI. Selain itu, hidangan ini sering direkomendasikan untuk anak-anak sebagai pencegah stunting, lansia, dan orang yang sedang sakit karena teksturnya yang lembut dan mudah dicerna.
Prof. Ahmad Sulaeman dari Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa tinutuan adalah makanan lengkap yang memenuhi kebutuhan energi di pagi hari, terutama bagi mereka yang berpuasa, karena kandungan gizinya yang seimbang.
Makna Budaya dan Keunikan
Tinutuan bukan hanya makanan, tetapi juga simbol keberagaman dan persatuan di Manado. Karena tidak mengandung daging, tinutuan menjadi hidangan inklusif yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Di beberapa wilayah, seperti Tondano, tinutuan disebut sebagai pekanan ne wewene (makanan khas perempuan), dan kemampuan membuat tinutuan dianggap sebagai kebanggaan bagi perempuan Manado.
Keunikan tinutuan juga terletak pada penggunaan daun gedi, yang hanya ditemukan di Sulawesi Utara, dari Talaud hingga Bolaang Mongondow. Daun ini tidak hanya menambah rasa gurih, tetapi juga berperan sebagai pengental alami. Popularitas tinutuan telah meluas ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Solo, di mana hidangan ini disajikan di rumah makan khas Nusantara, memperkenalkan budaya Manado ke khalayak yang lebih luas.
Kontroversi dan Pengakuan
Meskipun tinutuan sangat dicintai di Indonesia, situs Taste Atlas pada Januari 2025 memasukkan tinutuan ke dalam daftar 100 makanan dengan rating terburuk di dunia, bersama dengan paniki, hidangan khas Sulawesi Utara berbahan kelelawar. Hal ini memicu perdebatan, karena tinutuan dianggap sebagai warisan kuliner yang kaya nutrisi dan nilai budaya oleh masyarakat lokal. Namun, pengakuan sebagai motto Kota Manado dan destinasi wisata kuliner di Kawasan Wakeke menunjukkan betapa pentingnya tinutuan bagi identitas budaya Sulawesi Utara.
Cara Membuat Tinutuan di Rumah
Berikut adalah resep sederhana untuk membuat tinutuan di rumah:
-
Bahan:
-
100 gram beras, rendam 30 menit dan cuci bersih.
-
200 gram labu kuning, potong dadu.
-
1 buah jagung manis, pipil.
-
1 ikat bayam, petik daunnya.
-
1 ikat kangkung, petik daunnya.
-
1 ikat kemangi.
-
100 gram singkong atau ubi jalar, potong dadu.
-
1 batang sereh, geprek.
-
2 lembar daun salam.
-
2 siung bawang putih, tumis hingga harum.
-
Garam secukupnya.
-
1,5 liter air.
-
-
Cara Memasak:
-
Rebus air dengan sereh dan daun salam. Masukkan beras dan masak hingga setengah matang.
-
Tambahkan labu kuning, singkong/ubi, dan jagung. Masak hingga tiga perempat matang.
-
Masukkan bayam, kangkung, dan kemangi. Tambahkan garam dan bawang putih tumis. Masak hingga semua bahan matang.
-
Sajikan panas dengan pelengkap seperti ikan asin, sambal roa, atau perkedel jagung.
-
Tinutuan adalah lebih dari sekadar bubur; ini adalah cerminan kreativitas, ketahanan, dan keberagaman masyarakat Manado. Dengan bahan-bahan sederhana yang kaya nutrisi, tinutuan menawarkan pengalaman kuliner yang sehat dan lezat. Sebagai simbol budaya dan warisan Minahasa, tinutuan terus memikat hati, baik di Sulawesi Utara maupun di berbagai penjuru Indonesia. Jika Anda berkesempatan mengunjungi Manado, jangan lewatkan untuk mencicipi tinutuan di Kawasan Wakeke atau mencoba membuatnya sendiri di rumah untuk merasakan kehangatan budaya Sulawesi Utara.