cheriscafe.com – Bushmeat stew, atau sup daging hutan, adalah hidangan tradisional yang populer di berbagai belahan dunia, terutama di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Hidangan ini dibuat dari daging satwa liar (bushmeat) yang dimasak lambat dengan rempah-rempah dan sayuran, menghasilkan rasa kaya dan tekstur empuk. Di banyak budaya, bushmeat stew bukan hanya makanan, melainkan simbol keramahan, ritual sosial, dan adaptasi terhadap alam. Namun, di balik kelezatannya, konsumsi bushmeat juga menuai kontroversi karena dampak ekologis dan kesehatan. Artikel ini mengeksplorasi sejarah, resep, signifikansi budaya, serta tantangan yang menyertainya.
Sejarah dan Asal-Usul
Konsumsi bushmeat telah ada sejak ribuan tahun lalu, sejak Homo erectus berburu di Afrika sekitar 2 juta tahun yang silam. Di Afrika Barat dan Tengah, bushmeat menjadi sumber protein utama bagi komunitas pedesaan, di mana berburu satwa liar seperti monyet, rusa hutan, atau tikus pohon adalah bagian dari tradisi subsisten. Hidangan stew muncul sebagai metode memasak praktis, memanfaatkan potongan daging yang dimasak dalam kaldu untuk mempertahankan nutrisi dan rasa.
Secara historis, bushmeat stew berevolusi dari praktik berburu prasejarah menjadi hidangan ritual di masyarakat adat. Di Nigeria, misalnya, bushmeat sering diolah menjadi stew untuk acara khusus, mencerminkan warisan budaya yang kaya. Meskipun populer, perdagangan bushmeat komersial sejak 1990-an telah menimbulkan kekhawatiran, karena dianggap mengancam keanekaragaman hayati. Hingga 2016, sekitar 301 spesies mamalia terancam punah akibat perburuan untuk bushmeat.
Signifikansi Budaya
Di banyak masyarakat, bushmeat stew melampaui fungsi makanan biasa. Di Afrika, hidangan ini sering disajikan pada pernikahan, festival, atau upacara adat sebagai tanda hormat dan keramahan. Jenis daging, metode berburu, dan cara penyajiannya mencerminkan tradisi lokal—misalnya, di komunitas Mapuche atau suku-suku Amazon, bushmeat melambangkan ikatan dengan alam dan siklus kehidupan. Berbagi stew ini memperkuat ikatan sosial dan identitas budaya, di mana aturan tabu tentang hewan mana yang boleh diburu menunjukkan integrasi mendalam dengan lingkungan.
Di Nigeria, bushmeat stew menjadi hidangan pesta yang menambahkan variasi pada menu tradisional, sering dikombinasikan dengan daging kambing untuk rasa yang lebih kompleks. Secara global, bushmeat dianggap sebagai “makanan mewah” di daerah pedesaan, meskipun di kota-kota besar, ia kadang dijual secara ilegal.
Bahan dan Resep Sederhana
Bushmeat stew sederhana namun kaya rasa, dengan bahan yang bervariasi berdasarkan wilayah. Daging utama berasal dari satwa liar seperti grasscutter (cane rat), monyet, atau rusa hutan, yang harus dibersihkan dan dimasak matang untuk menghindari risiko kesehatan.
Bahan (untuk 4 porsi):
- 500g bushmeat (seperti grasscutter atau daging hutan segar), dipotong dadu dan direbus hingga empuk.
- 2 siung bawang putih, cincang.
- 1 bawang bombay, iris.
- 2 tomat, potong dadu.
- 200g sayuran hijau (seperti ugu atau bayam).
- 2 sdm minyak kelapa atau sawit.
- Rempah: 1 sdt bubuk kari, garam, merica, dan kaldu daging (dari rebusan bushmeat).
- Air secukupnya untuk kaldu.
Cara Membuat:
- Rebus bushmeat dengan garam dan bawang putih hingga lunak (sekitar 1-2 jam). Sisihkan kaldu.
- Panaskan minyak, tumis bawang bombay hingga harum, tambahkan tomat dan rempah.
- Masukkan bushmeat, aduk rata, lalu tuang kaldu hingga menutupi bahan.
- Masak dengan api kecil selama 30 menit hingga mengental.
- Tambahkan sayuran hijau di 5 menit terakhir, aduk hingga layu. Sajikan panas dengan nasi atau ubi.
Resep ini adaptasi dari tradisi Nigeria, di mana bushmeat dicampur dengan sayuran untuk keseimbangan nutrisi. Variasi lain termasuk menambahkan kacang-kacangan atau cabai untuk rasa pedas.
Dampak Ekologis dan Kesehatan
Meskipun kaya protein dan mudah diakses, bushmeat stew dikaitkan dengan risiko serius. Secara ekologis, perburuan berlebih mengancam spesies seperti primata dan kelelawar, yang menyebabkan penurunan populasi liar di Afrika dan Asia. Di Nigeria, survei menunjukkan 55% responden sadar zoonosis (penyakit dari hewan ke manusia), tapi tradisi budaya mendorong konsumsi meski berisiko.
Kesehatan menjadi isu utama: bushmeat terkait penularan Ebola, HIV, dan penyakit lain melalui kontak darah atau daging mentah. Sampel dari Ghana menemukan 30% bushmeat mengandung residu pestisida berbahaya. Upaya konservasi seperti program Fauna & Flora International mendorong alternatif berkelanjutan, termasuk beternak grasscutter.
Bushmeat stew adalah perpaduan sempurna antara tradisi kuliner dan ikatan budaya, menawarkan rasa autentik dari alam liar. Namun, di tengah tantangan lingkungan dan kesehatan, hidangan ini mengingatkan kita akan perlunya keseimbangan antara pelestarian warisan dan konservasi. Jika Anda tertarik mencoba, pilih sumber legal dan berkelanjutan untuk menghindari dampak negatif. Bushmeat stew bukan hanya makanan—ia adalah cerita tentang adaptasi manusia dengan alam yang harus kita jaga untuk generasi mendatang.